Sejarah Arab Pra Islam
JAZIRAH ARAB SEBELUM ISLAM
Secara
geopolitik merupakan daerah peripheral bila dihadapkan pada dua pusat kekuasaan
yaitu Byzantium
(di sebelah Barat) dan Persia (di sebelah timur)
Secara
ekonomi, daerah ini cukup strategis karena menghubungkan jalur perdagangan
antara China dengan Byzantium. Barang-barang dari China singgah di Yaman kemudian
dilanjutkan melalui jalan darat menuju Mekah – Medinah – Yerussalem – Damaskus
dan dari sini dibawa ke laut tengah menuju Byzantium
ARAB PRA ISLAM
Ditilik dari
silsilah keturunan dan cikal bakalnya, para sejarawan membagi kaum-kaum Bangsa
Arab menjadi Tiga bagian, yaitu :
1.
Arab
Ba’idah, yaitu kaum-kaum Arab terdahulu yang sejarahnya tidak bias dilacak secara rinci
dan komplit. Seperti Ad, Tsamud, Thasn, Judais, Amlaq dan lain-lainnya.
2.
Arab
Aribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Ya’rub bin Yasyjub bin
Qahthan, atau disebut pula Arab Qahthaniyah.
3.
Arab
Musta’ribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Isma’il, yang
disebut pula Arab Adnaniyah.
1. SISTEM POLITIK DAN KEMASYARAKATAN
a. Kondisi Politik
Bangsa Arab
sebelum islam, hidup bersuku-suku (kabilah-kabilah) dan berdiri
sendiri-sendiri. Satu sama lain kadang-kadang saling bermusuhan. Mereka tidak
mengenal rasa ikatan nasional. Yang ada pada mereka hanyalah ikatan kabilah.
Dasar hubungan dalam kabilah itu ialah pertalian darah.
Rasa asyabiyah (kesukuan) amat kuat dan mendalam pada mereka,
sehingga bila mana terjadi salah seorang di antara mereka teraniaya maka
seluruh anggota-anggota kabilah itu akan bangkit membelanya. Semboyan mereka
“ Tolong saudaramu, baik dia menganiaya atau dianiaya “.
Pada hakikatnya
kabilah-kabilah ini mempunyai pemuka-pemuka yang memimpin kabilahnya
masing-masing. Kabilah adalah sebuah pemerintahan kecil yang asas eksistensi
politiknya adalah kesatuan fanatisme, adanya manfaat secara timbal balik
untuk menjaga daerah dan menghadang musuh dari luar kabilah.
Kedudukan
pemimpin kabilah ditengah kaumnya, seperti halnya seorang raja. Anggota kabilah
harus mentaati pendapat atau keputusan pemimpin kabilah. Baik itu seruan damai
ataupun perang. Dia mempunyai kewenangan hukum dan otoritas pendapat, seperti
layaknya pemimpin dictator yang perkasa. Sehingga adakalanya jika seorang
pemimpin murka, sekian ribu mata pedang ikut bicara, tanpa perlu bertanya apa
yang membuat pemimpin kabilah itu murka.
Kekuasaan yang
berlaku saat itu adalah system dictator. Banyak hak yang terabaikan. Rakyat
bisa diumpamakan sebagai ladang yang harus mendatangkan hasil dan memberikan
pendapatan bagi pemerintah. Lalu para pemimpin menggunakan kekayaan itu untuk
foya-foya mengumbar syahwat, bersenang-senang, memenuhi kesenangan dan
kesewenangannya. Sedangkan rakyat dengan kebutaan semakin terpuruk dan
dilingkupi kezhaliman dari segala sisi. Rakyat hanya bisa merintih dan
mengeluh, ditekan dan mendapatkan penyiksaan dengan sikap harus diam, tanpa mengadakan
perlawanan sedikitpun.
Kadang
persaingan untuk mendapatkan kursi pemimpin yang memakai sistem keturunan
paman kerap membuat mereka bersikap lemah lembut, manis dihadapan orang
banyak, seperti bermurah hati, menjamu tamu, menjaga kehormatan, memperlihatkan
keberanian, membela diri dari serangan orang lain, hingga tak jarang mereka
mencari-cari orang yang siap memberikan sanjungan dan pujian tatkala berada
dihadapan orang banyak, terlebih lagi para penyair yang memang menjadi
penyambung lidah setiap kabilah pada masa itu, hingga kedudukan para penyair
itu sama dengan kedudukan orang-orang yang sedang bersaing mencari simpati.
b. Kondisi Masyarakat
Dikalangan
Bangsa Arab terdapat beberapa kelas masyarakat. Yang kondisinya berbeda
antara yang satu dengan yang lain. Hubungan seorang keluarga dikalangan
bangsawan sangat diunggulkan dan diprioritaskan, dihormati dan dijaga sekalipun
harus dengan pedang yang terhunus dan darah yang tertumpah. Jika seorang ingin
dipuji dan menjadi terpandang dimata bangsa Arab karena kemuliaan dan
keberaniannya, maka dia harus banyak dibicarakan kaum wanita.
Karena jika
seorang wanita menghendaki, maka dia bisa mengumpulkan beberapa kabilah untuk
suatu perdamaian, dan jika wanita itu mau maka dia bisa menyulutkan api
peperangan dan pertempuran diantara mereka. Sekalipun begitu, seorang laki-laki
tetap dianggap sebagai pemimpin ditengah keluarga, yang tidak boleh dibantah
dan setiap perkataannya harus dituruti. Hubungan laki-laki dan wanita harus
melalui persetujuan wali wanita.
Begitulah
gambaran secara ringkas kelas masyarakat bangsawan, sedangkan kelas masyarakat
lainnya beraneka ragam dan mempunyai kebebasan hubungan antara laki-laki dan
wanita.
Para wanita dan
laki-laki begitu bebas bergaul, malah untuk berhubungan yang lebih dalam pun
tidak ada batasan. Yang lebih parah lagi, wanita bisa bercampur dengan lima
orang atau lebih laki-laki sekaligus. Hal itu dinamakan hubungan
poliandri. Perzinahan mewarnai setiap lapisan masyarakat. Semasa itu,
perzinahan tidak dianggap aib yang mengotori keturunan.
Banyak hubungan antara wanita dan laki-laki yang diluar kewajaran,
seperti :
1. Pernikahan secara spontan, seorang laki-laki mengajukan
lamaran kepada laki-laki lain yang menjadi wali wanita, lalu dia bisa
menikahinya setelah menyerahkan mas kawin seketika itu pula.
2. Para laki-laki bisa mendatangi wanita sekehendak
hatinya. Yang disebut wanita pelacur.
3. Pernikahan Istibdha’, seorang laki-laki menyuruh
istrinya bercampur kepada laki-laki lain hingga mendapat kejelasan bahwa
istrinya hamil. Lalu sang suami mengambil istrinya kembali bila menghendaki,
karena sang suami menghendaki kelahiran seorang anak yang pintar dan baik.
4. Laki-laki dan wanita bisa saling berhimpun dalam
berbagai medan peperangan. Untuk pihak yang menang, bisa menawan
wanita dari pihak yang kalah dan menghalalkannya menurut kemauannya.
Banyak lagi
hal-hal yang menyangkut hubungan wanita dengan laki-laki yang diluar kewajaran.
Diantara kebiasaan yang sudah dikenal akrab pada masa jahiliyah ialah poligami
tanpa da batasan maksimal, berapapun banyaknya istri yang dikehendaki. Bahkan
mereka bisa menikahi janda bapaknya, entah karena dicerai atau karena ditinggal
mati. Hak perceraian ada ditangan kaum laki-laki tanpa ada batasannya.
Perzinahan
mewarnai setiap lapisan mayarakat, tidak hanya terjadi di lapisan tertentu atau
golongan tertentu. Kecuali hanya sebagian kecil dari kaum laki-laki dan wanita
yang memang masih memiliki keagungan jiwa.
Ada pula
kebiasaan diantara mereka yang mengubur hidup-hidup anak perempuannya, karena
takut aib dan karena kemunafikan. Atau ada juga yang membunuh anak
laki-lakinya, karena takut miskin dan lapar. Disini kami tidak bisa
menggambarkannya secara detail kecuali dengan ungkapan-ungkapan yang keji,
buruk, dan menjijikkan.
Secara garis
besar, kondisi masyarakat mereka bisa dikatakan lemah dan buta. Kebodohan
mewarnai segala aspek kehidupan, khurafat tidak bisa dilepaskan, manusia hidup
layaknya binatang. Wanita diperjual-belikan dan kadang-kadang diperlakukan
layaknya benda mati. Hubungan ditengah umat sangat rapuh dan gudang-gudang
pemegang kekuasaan dipenuhi kekayaan yang berasal dari rakyat, atau sesekali
rakyat dibutuhkan untuk menghadang serangan musuh.
2. SISTEM KEPERCAYAAN DAN KEBUDAYAAN
Sebahagian
orang Arab itu adalah penganut syariat Ibrahim. Ibrahim a.s. pernah
diperintahkan Allah mengorbankan anaknya Isma'il. Kemudian pemimpin-pemimpin
agama mereka mengaburkan pengertian berkorban itu, sehingga mereka dapat
menanamkan kepada pengikutnya, rasa memandang baik membunuh anak-anak mereka
dengan alasan mendekatkan diri kepada Allah, padahal alasan yang sesungguhnya
ialah karena takut miskin dan takut ternoda.
Namun demikian,
bangsa Arab kebanyakan masih menganut agama asli mereka, yaitu percaya kepada
banyak dewa yang diwujudkan dalam bentuk berhala dan patung. Setiap kabilah
mempunyai berhala sendiri. Berhala-berhala tersebut dipusatkan di Ka’bah.
Berhala terpenting adalah Hubal, yang dianggap sebagai dewa terbesar, terletak
di Ka’bah; Al Lata, dewa tertua, terletak di Thaif, al Uzza bertempat di Hijaz.
Demikianlah,\ keadaan bangsa dan jazirah Arab menjelang kebangkitan Islam.Pada
saat itu, ada tiga berhala yang paling besar yang ditempatkan mereka
ditempat-tempat tertentu, seperti :
1. Manat, mereka tempatkan di Musyallal ditepi laut merah
dekat Qudaid.
2. Lata, mereka tempatkan di Tha’if.
3. Uzza, mereka tempatkan di Wady Nakhlah.
Setelah itu,
kemusyrikan semakin merebak dan berhala-berhala yang lebih kecil bertebaran
disetiap tempat di Hijaz. Yang menjadi fenomena terbesar dari kemusyrikan
bangsa Arab kala itu yakni mereka menganggap dirinya berada pada agama Ibrahim.
Ada beberapa
contoh tradisi dan penyembahan berhala yang mereka lakukan, seperti :
1.
Mereka
mengelilingi berhala dan mendatanginya, berkomat-kamit dihadapannya, meminta
pertolongan tatkala kesulitan, berdo’a untuk memenuhi kebutuhan, dengan penuh
keyakinan bahwa berhala-berhala itu bisa memberikan syafaat disisi Allah
dan mewujudkan apa yang mereka kehendaki
2.
Mereka
menunaikan Haji dan Thawaf disekeliling berhala, merunduk dan bersujud
dihadapannya.
3.
Mereka
mengorbankan hewan sembelihan demi berhala dan menyebut namanya.
Banyak lagi
tradisi penyembahan yang mereka lakukan terhadap berhala-berhalanya, berbagai
macam yang mereka perbuat demi keyakinan mereka pada saat itu.
Bangsa Arab
berbuat seperti itu terhadap berhala-berhalanya, dengan disertai keyakinan
bahwa hal itu bisa mendekatkan mereka kepada Allah dan menghubungkan mereka
kepada-Nya, serta memberikan manfaat di sisi-Nya. Selain itu, Orang-orang Arab
juga mempercayai dengan pengundian nasib dengan anak panah dihadapan
berhala Hubal.Mereka juga percaya kepada perkataan Peramal, Orang
Pintar dan Ahli Nujum.
Dikalangan
mereka ada juga yang percaya dengan Ramalan Nasib Sial dengan
sesuatu. Ada juga diantara mereka yang percaya bahwa orang yang mati
terbunuh, jiwanya tidak tentram jika dendamnya belum dibalaskan, ruh nya bisa
menjadi burung hantu yang berterbangan di padang seraya
berkata,”Berilah aku minum, berilah aku minum”!jika dendamnya sudah dibalaskan,
maka ruh nya akan menjadi tentram.
Sekalipun
masyarakat Arab jahiliyah seperti itu, toh masih ada sisa-sisa dari agama
Ibrahim dan mereka sama sekali tidak meninggalkannya, seperti pengagungan
terhadap ka’bah, thawaf disekelilingnya, haji, umrah, Wufuq di Arafah dan
Muzdalifah. Memang ada hal-hal baru dalam pelaksanaannya.
Semua gambaran
agama dan kebiasaan ini adalah syirik dan penyembahan terhadap berhala menjadi
kegiatan sehari-hari , keyakinan terhadap hayalan dan khurafat selalu
menyelimuti kehidupan mereka. Begitulah agama dan kebiasaan mayoritas bangsa
Arab masa itu. Sementara sebelum itu sudah ada agama Yahudi, Masehi,
Majusi, dan Shabi’ah yang masuk kedalam masyarakat Arab. Tetapi itu hanya
sebagian kecil oleh penduduk Arab. Karena kemusyrikan dan penyesatan aqidah
terlalu berkembang pesat.
Itulah
agama-agama dan tradisi yang ada pada saat detik-detik kedatangan islam. Namun
agama-agama itu sudah banyak disusupi penyimpangan dan hal-hal yang merusak.
Orang-orang musyrik yang mengaku pada agama Ibrahim, justru keadaannya jauh
sama sekali dari perintah dan larangan syari’at Ibrahim. Mereka mengabaikan
tuntunan-tuntunan tentang akhlak yang mulia. Kedurhakaan mereka tak terhitung
banyaknya, dan seiring dengan perjalanan waktu, mereka berubah menjadi para
paganis (penyembah berhala), dengan tradisi dan kebiasaan yang menggambarakan berbagai
macam khurafat dalam kehidupan agama, kemudian mengimbas kekehidupan social,
politik dan agama.
Sedangkan
orang-orang Yahudi, berubah menjadi orang-orang yang angkuh dan sombong.
Pemimpin-pemimpin mereka menjadi sesembahan selain
Allah. Para pemimpin inilah yang membuat hukum ditengah manusia dan
menghisab mereka menurut kehendak yang terbetik didalam hati mereka. Ambisi
mereka hanya tertuju kepada kekayaan dan kedudukan, sekalipun berakibat
musnahnya agama dan menyebarnya kekufuran serta pengabaian terhadap
ajaran-ajaran yang telah ditetapkan Allah kepada mereka, dan yang semua orang
dianjurkan untuk mensucikannya.
Sedangkan
agama Nasrani berubah menjadi agama paganisme yang sulit dipahami dan
menimbulkan pencampuradukkan antara Allah dan Manusia. Kalaupun ada bangsa Arab
yang memeluk agama ini, maka tidak ada pengaruh yang berarti. Karena
ajaran-ajarannya jauh dari model kehidupan yang mereka jalani, dan yang tidak
mungkin mereka tinggalkan.
Semua agama dan
tradisi Bangsa Arab pada masa itu, keadaan para pemeluk dan masyarakatnya sama
dengan keadaan orang-orang Musyrik. Musyrik hati, kepercayaan, tradisi dan
kebiasaan mereka hampir serupa.
Kesimpulan
1.
Sistem perpolitikan yang digunakan
pada waktu arab pra islam yaitu sistem kekerajaan dan Kekuasaan yang berlaku saat itu adalah sistem diktator. Perebutan
kekuasaan juga terjadi pada masa itu
2.
Kondisi kemasyarakatan antara wanita
dan laki laki bebas bergaul
3.
Menganut berbagai macam agama dan
adat istiadat
DAFTAR PUSTAKA
............................................................
https://www.slideshare.net/thinasasi/arab-pra-islam-32793007
https://syafieh.blogspot.com/2013/02/jazirah-arab-pra-islam.html
Komentar
Posting Komentar