Kaidah Hukum
A.
Kaidah
Hukum
Kaidah hukum berasal dari dua kata yakni kaidah dan hukum, kaidah
sendiri menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah rumusan asas yang menjadi hukum; aturan yang sudah pasti.
Sedangkan hukum adalah peraturan
atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa
atau pemerintah undang-undang, peraturan, dan sebagainya untuk mengatur
pergaulan hidup masyarakat. Jadi kaidah
hukum adalah peraturan yang secara resmi dibuat oleh penguasa masyarakat (penguasa)
negara yang mengikat setiap orang dan keberlakuannya dapat dipaksakan oleh
aparat penegak hukum, sehingga keberlakuan peraturan tersebut dapat, atau
penempatan hukum sebagai pedoman yang mengatur kehidupan dalam bermasyarakat
agar tercipta ketentraman dan ketertiban bersama[1].
Dari definisi kaidah hukum ini, menunjukkan bahwa pada dasarnya ditujukan pada
sikap lahiriah manusia atau perbuatan yang nyata dilakukan oleh manusia.
Dilihat dari sifatnya, kaidah hukum ini dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a.
Hukum yang Imperatif
Hukum yang imperatif yaitu bersifat a priori harus
ditaati, mengikat dan memaksa. Tidak ada pengecualian seorang pun di mata hukum
(aquality before the law).
b.
Hukum yang Fakultatif
Hukum yang
fakultatif yaitu tidak secara a priori mengikat. Kaidah fakultatif bersifat
sebagai pelengkap. Contoh : Setiap warga negara berhak untuk mengemukakan
pendapat. Apabila seseorang berada di dalam forum, ia dapat
mengeluarkanpendapatnya atau tidak sama sekali.
Dilihat dari
bentuknya kaidah hokum terbagi menjadi dua, yakni :
a.
Hukum tertulis
Hukum tertulis
adalah hokum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan perundangan yang dapat
di kodifikasikan. Dikodifikasikan artinya hukum tersebut dibukukan dalam
lembaran Negara dan di undangkan atau di
umumkan.
b.
Hukum tidak tertulis
Hukum tidak
tertulis, adalah hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi
tidak tertulis. Hukum tidak tertulis juga sering kali disebut hukum kebiasaan.
Hukum yang ditaati seperti halnya suatu peraturan perundangan.
Teori
berlakunya Kaidah Hukum, yaitu sebagai berikut :
a. Kaidah
hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan pada kaidah yang
lebih tinggi atau berbentuk menurut cara yang telah ditetapkan atau apabila
menunjukkan hubungan keharusan antara kondisi dan akibat. Secara filosofis,
kaidah hukum berlaku apabila dipandang sesuai dengan cita-cita masyarakat.
b. Kaidah
hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif, artinya
kaidah tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak
diterima oleh warga masyarakat (teori kekuasaan), atau kaidah tersebut berlaku
karena diterima dan diakui oleh masyarakat (teori pengakuan). Berlakunya kaidah
hukum secara sosiologis menurut teori pengakuan adalah apabila kaidah hukum
tersebut diterima dan diakui oleh masyarakat. Adapun menurut teori paksaan,
berlakunya kaidah hukum apabila dipaksakan oleh penguasa.
c. Kaidah
hukum berlaku secara filosofis, artinya sesuai dengan cita cita hukum sebagai
nilai positif yang tertinggi.
d. Kaidah
hukum sebaiknya mengandung tiga aspek, yaitu yuridis, sosiologis dan filosofis.
Jika hanya berlaku secara yuridis, kaidah hukum hanya merupakan hukum yang
mati, sedangkan apabila hanya berlaku secara sosiologis karena dipaksakan,
kaidah hukum tidak lebih dari sekedar alat pemaksa. Apabila hanya memenuhi
syarat filosofis, kaidah hukum tidak lebih dari kaidah hukum yang
dicita-citakan.
FUNGSI
HUKUM
“Menertibkan dan mengatur pergaulan dalam masyarakat serta
menyelesaikan masalah-masalah yang timbul”
a.
Sebagai
alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat
Hukum sebagai
norma merupakan petunjuk untuk kehidupan. Hal ini berarti hukum menunjukkan
mana perbuatan manusia yang baik dan mana perbuatan yang tidak baik, hukum juga
dapat memberi petunjuk apa yang harus diperbuat manusia yang seharusnya. Hukum
memiliki sifat mengatur dan memaksa sehingga segala sesuau di masyarakat dapat
berjalan dengan tertib dan teratur. Sebagai contohnya ketika kita kita ingin
berkendara di jalan raya, kita harus memakai perlengkapan mengendara seperti
helm; menaati setiap rambu-rambu lalu lintas yang ada di sepanjang jalan;
memiliki surat izin mengemudi (SIM); dan membawa surat kepemilikan kendaraan di
setiap berkendara.
b.
Sebagai
sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin
Hukum memiliki
sifat memaksa, memerintah, melarang, dan juga memiliki daya yang mengikat fisik
dan psikologis. Dengan begitu, hukum dapat memberi keadilan yakni dengan menetapkan
pihak yang benar dan yang salah. Hukum juga dapat memberi hukuman kepada siapa
saja yang bersalah menurut hukum, yakni berupa sanksi. Sebagai contohnya, siapa
saja yang memiliki kendaraan bermotor harus membayar pajak setiap tahunnya.
c.
Sebagai
sarana penggerak pembangunan
Daya mengikat
dan memaksa dari hukum dapat menjadikan manusia bergerak ke arah yang lebih
maju. Contoh : ketika setiap warga negara ang memiliki kendaraan bermotor
diwajibkan untuk membayar pajak, maka pemerintah memiliki pemasukan sebagai
dana pembangunan fasilitas umum yakni jalan raya.
d.
Sebagai
fungsi kritis
Dr. Soedjono
Dirdjosisworo, SH dalam bukunya berjudul Pengantar Ilmu Hukum, halam 155
mengatakan “dewasa ini sedang berkembang suatu pandangan bahwa hukum mempunyai
fungsi kritis, yakni daya kerja hukum tidak semata-mata melakukan pengawasan
pada aparatur pengawasan pada aparatur pemerintah (petugas) saja melainkan
aparatur penegak hukum termasuk di dalamnya”. Dengan begitu, hukum berlalu
untuk siapa saja, bukan hanya masyarakat tetapi juga termasuk para petugas
dimana merekan juga memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat non
aparatur.
UNSUR-UNSUR
HUKUM
Unsur Unsur Hukum yaitu meliputi :
1. Peraturan mngenai tingkah laku dari manusia di
dalam pergaulan masyarakat.
2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang
berwajib atau berwenang.
3. Peraturan itu secara umum bersifat memaksa.
4. Sanksi yang tegas terhadap pelanggaran dapat
dikenakan bila melanggarnya sesuai dengan ketentuan atau perundang-undangan
yang berlaku.
Maksud dari uraian unsur-unsur hukum di atas adalah bahwa hukum
itu berisikan peraturan dalam kehidupan bermasyarakat, hukum itu diadakan oleh
badan yang berwenang yakni badan legislatif dengan persetujuan badan eksekutif
begitu pula sebaliknya, secara umum hukum itu bersifat memaksa yakni hukum itu
tegas bila dilanggar dapat dikenakan sanksi ataupun hukumnya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Dengan demikian, unsur-unsur hukum yang paling
substansial adalah peraturan tingkah laku manusia yang diadakan oleh badan
resmi, bersifat adanya perintah dan atau larangan yang tegas bagi pelanggarnya.
Ciri cirinya yaitu perintah dan larangan dipatuhi setiap orang, sedangkan
sifatnya mengatur dan memaksa.
Unsur Unsur Hukum lainnya yaitu terdiri atas unsur
hukum idiil dan unsur hukum riil.
Unsur Hukum Idiil adalah
unsur yang terletak pada bidang yang sangat abstrak. Unsur ini terdapat dalam
diri setiap pribadi manusia, yaitu terdiri atas beberapa unsur, yaitu :
1. Cipta, harus diasah yang dilandasi logika kognitif.
Unsur ini menghasilkan ilmu mengenai pengertian (begrippen).
2. Karsa, harus diasah, yang dilandasi tika dan
berorientasi pada aspek konatif.
3. Rasa, harus diasah dan dikembangkan dengan landasan
estetika dan beraspek afektif dalam perspektif aksiologi yang melahirkan
asas-asas (beginselen).
Unsur Hukum Idiil mencakup hasrat susila dan
rasio manusia. Hasrat manusia menghasilkan asas-asas hukum (“rechtsbeginzelen”, Contohnya : tidak ada hukuman tanpa
kesalahan). Rasio manusia menghasilkan pengertian hukum (“rechtsbegrippen”, cotohnya: subjek hukum, hak dan kewajiban).
Adapun Unsur Hukum Riil,
karena sifatnya konkret, bersumber dari kehidupan manusia, seperti tradisi,
norma sosial, pembawaan alamiah manusia semenjak dilahirkan dan lainnya. Unsur
hukum idiil bersumber pada perasaan sehingga sifatnya berubah-ubah dan
sukar dievaluasi.
Unsur Hukum Riil
terdiri atas manusia, kebudayaan materiil dan lingkungan alam. Unsur hukum riil
menghasilkan tata hukum. Adapun unsur hukum idiil menghasilkan kaidah-kaidah
hukum melalui filsafat hukum dan “normwissenschaft atau sollenwissenschaft”,maka unsur
rill kemudian menghasilkan tata hukum. Disini tidak boleh dilupakan bahwa
“tatsachenwissenschaft atau sollenwissenschaft” banyak berperan dalam
pembentukan tata hukum. Unsur hukum riil melahirkan ilmu mengenai kenyataan.
Unsur ini mencakup aspek ekstern-sosial dalam pergaulan hidup masyarakat. Oleh
karena itu, unsur riil berkaitan dengan kehidupan manusia, masyarakat dan
hukum.
Pengertian
Hukum
Hukum dalam
bahasa Inggris “Law”, Belanda “Recht”, Jerman “Recht”,
Italia “Dirito”, Perancis “Droit” yang bermakna Aturan. Sementara
untuk definisi tentang hukum, para ilmuwan memiliki pengertian yang berbeda.
Perbedaan ini disebabkan karena terlalu banyak segi dan seluk beluknya.
Sedangkan penjelasan mengenai hukum, terdapat beberapa ahli hukum yang membuat
definisi kata hukum yakni :
a. Menurut
Ensiklopedia,”Hukum adalah rangkaian kaidah, peraturan-peraturan, tata aturan,
baik tertulis maupun tidak tertulis, yang mengatur hubungan-hubungan antara
anggota masyarakat.”
b. Eugen
Ehrlich (Jerman), sesuatu yang berkaitan dengan fungsi kemasyarakatan dan
memandang sumber hukum hanya dari legal history and jurisprudence dan living
law (hokum yang hidup didalam masyarakat).
c. Imanuel
Kant, “hukum adalah keseluruhan syarat yang dengan ini kehendak bebas dari
orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang lain,
menuruti tentang kemerdekaan.”
Dari
beberapa definisi tersebut dapat dipahami bahwa hingga saat ini, tidak ada
definisi hukum yang baku, namun dapat dipahami bahwa hukum merupakan
serangkaian peraturan yang dibuat pemerintah yang bersifat mengikat atau
memaksa, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, yang bertujuan untuk
membatasi tingkah laku manusia dan menciptakan ketentraman. Dan apabila melanggar,
akan ada sanksi yang berlaku.
Dengan
demikian hukum pada hakikatnya selalu berhubungan dengan manusia. Karena adanya
hukum manusialah maka ada hukum.
Daftar Pustaka
Santoso,
Lukman dan Yahyanto. Pengantar Ilmu Hukum. Cet. II. Malang: Setara Press, 2016.
Soeroso,
R. Pengantar Ilmu Hukum. Cet. XIX. Jakarta: Sinar Grafika, 2017.
Komentar
Posting Komentar