contoh Analisis Hukum Pidana
ANALISIS KASUS
KORBAN BISNIS BODONG LAPOR POLISI KARENA HASIL INVESTASI TAK
KUNJUNG DIBAGI
A.
Kronologi Kasus
Berawal dari dari grup
facebook yang sama Fitri dan Mirna mulai berkenalan, Mirna sendiri adalah seseorang yang memberi
penawaran investasi dengan nilai keuntungannya
sampai 30%, dengan menunjukkan bukti transfer ke beberapa korbannya
termasuk Fitri, mulailah ketertarikan akan investasi itu dimulai. Mula-mula
Fitri memulai investasi dengan langsung
menyetor ke nomor rekening mirna senilai Rp 7.000.000-, pada Desember 2016 lalu mendapat
keuntungan Rp 1,300.000-, pada Januari
2017. Kemudian investasi naik menjadi Rp 20.000.000-, dengan keuntungan
mencapai Rp 6.000.000-, pada bulan selanjutnya. Ingin keuntungan yang lebih
Fitri menginvestikan uangnya mencapai Rp 85.000.000-,.
Selama tiga bulan awal, investasi itu berjalan dengan normal, namun
semenjak Mei uang para nasabah itu banyak yang tidak kembali, padahal Mirna
menjanjikan pada fitri salah satu korbannya uangnya dikembalikan 20 Juni, lalu
berubah menjadi 20 Juli. Tapi uang itu tak kunjung di kembalikan oleh Mirna.
Karena setelah menunggu hingga batas waktu yang ditentukan tapi
Mirna masih tidak memberikan uang investasi beserta keuntungannya, maka Fitri
melakukan pelaporan hukum atas hal tersebut, Karena terjadi ketidaksesuain pada
kesepakatan yang telah dibuat antara Fitri dan Mirna. Maka dari itu Fitri
memproses secara hukum dengan melaporkan hal tersebut kepada polisi, Fitri
tidak berani menagih kepada Mirna lantaran Mirna membuat peraturan akan
memotong bunga persen jika ada yang menagih sebelum tanggal tenggat waktu.
B.
Konsep B.W tentang Perikatan
Perikatan atau yang disebut verbintenis, verbintenis
tersebut dikenal dengan tiga istilah yakni perikatan, perutangan, dan
perjanjian. Perikatan sendiri menurut Prof. Subekti, S.H., adalah suatu
perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan nama pihak yang
lain, dan pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan
pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan tersebut.[1]
Perikatan memiliki empat
unsur-unsur yang meliputi[2] :
1.
Adanya
kaidah hukum
a.
Kaidah
hukum tertulis
b.
Kaidah
hukum tidak tertulis
2.
Adanya
subjek hukum
3.
Adanya
prestasi
4.
Dalam
bidang harta kekayaan
Dalam suatu perikatan harus ada satu pihak yang berhak atas suatu
prestasi dan satu pihak lagi memberi suatu prestasi jadi dalam hal ini kedua
belah pihak atau lebih melakukan suatu hubungan timbal balik. Debitur adalah
orang yang berkewajiban melaksanakan prestasi yakni pihak yang pasif dalam perikatan.
Sedangkan kreditur adalah orang yang berhak atas prestasi yakni pihak yang
aktif dalam perikatan. Dalam perikatan terdapat subjek dan objek hukum.
Hak dalam arti yuridis adalah wewenang yang diberikan oleh hukum
kepada subjek hukum untuk melakukan sesuatu, sedangkan kewajiban adalah
pebebanan yang diberikan oleh hukum
kepada subjek hukum untuk melaksanakan sesuatu.
Objek hukum dalam arti yuridis adalah segala sesuatu yang menjadi
objek dalam hubungan hukum dan harus ditunaikan oleh subjek hukum yakni berupa
prestasi.
Agar objek perikatan itu sah diperlukan beberapa persyaratan yang
meliputi :
1)
Objek
tersebut harus lahir dari perjanjian atau undang-undang
2)
Objeknya
harus tertentu dan harus ditentukan
3)
Objeknya
mungkin untuk dilaksanakan
4)
Objeknya
diperbolehkan oleh hukum
Sumber Perikatan
Sumber perikatan ada dua yakni perikatan yang lahir dari perjanjian
dan perikatan yang lahir dari Undang-undang hal ini tercantum dalam Pasal 1233
KHUperdata yang menyatakan bahwa “tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena
perjanjian, maupun karena undang-undang”.
Syarat-syarat Sahnya Perjanjian
Dalam Pasal 1320 KUHPerdata syarat sahnya suatu perjanjian ada
empat yakni meliputi :
a.
Sepakat
mereka yang mengikat dirinya
Adanya
kesepakatan penyesuaian pernyataan antara satu pihak atau lebih yang dimana hal
ini mereka terikat dalam kesepakatan tersebut.
b.
Kecakapan
untuk membuat suatu perjanjian
Adalah
salah satu syarat untuk sahnya sebuah perikatan yang mana orang yang membuat
suatu perjanjian harus cakap dan wenang
c.
Adanya
suatu hal tertentu
Objek
perjanjian adalah prestasi. Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditur dan
kewajiban debitur
d.
Adanya
suatu sebab yang halal
Yang mana hal
ini dimaksudkan agar tak bertentangan BW seperti yang tersebut dalam Pasal 1320
yang mana disebutkan causa yang terlarang.
Asas-Asas Hukum Perikatan
1.
Asas
Konsensualisme
Konsensualisme berasal dari bahasa latin consensus yang
berarti sepakat. Arti asas konsensualisme ialah pada dasarnya perjanjian dan
perikatan yang timbul karenanya sudah dilahirkan sejak detik tercapainya
kesepakatan,.
2.
Asas
Pacta Sunt Servanda
Asas Pacta Sunt Servanda adalah asas yang berhubungan dengan akibat
perjanjian. Hal ini dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata
yang berbunyi : “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang”.
3.
Asas
Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak teratur dalam pasal 1338 ayat (1) KUH
Perdata yang berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka”.
Macam-macam Perikatan
1)
Perikatan
Bersyarat (voorwaardelijk)
Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang digantungkan pada
suatu kejadian dikemudian hari, yang masih belum tentu akan terjadi. Perikatan
bersyarat diatur dalam pasal 1253.
2)
Perikatan
dengan Ketetapan Waktu (tijdsbepaling)
Perikatan dengan ketetapan waktu yang mana dalam perikatan ini
hanya menangguhkan pelaksanaannya. Maksud syarat “ketetapan waktu” adalah
pelaksanaan perikatan itu digantungkan pada “waktu yang ditetapkan”. Dalam hal
ini perikatan ketetapan waktu ini di atur dalam pasal 1269 KUH Perdata.
3)
Perikatan
Mana Suka (alternatief)
Perikatan mana suka objek prestasi ada dua macam benda. Dikatakan
mana suka karena debitur oleh memenuhi prestasi dengan memilih salah satu dari
sua benda yang dijadikan objek perikatan. Jika debitur telah memenuhi satu dari
dua benda yang disebutkan dalam perikatan, ia dibebaskan dan perikatan
berakhir.
4)
Perikatan
Tanggung-menanggung (hoofdelijk atau solidar)
Perikatan tanggung-menanggung adalah perikatan dimana beberapa
orang bersama-sama sebagai pihak yang berhutang pada satu pihak yang
menghutangkan atau sebaliknya. Perikatan tanggung-menanggung ini di atur dalam
1278 sampai pasal 1269 KUH Perdata.
5)
Perikatan
yang Dapat Dibagi dan yang Tak Dapat Dibagi
Adalah suatu perikatan yang dapat dibagi atau tidak dapat terbagi
tergantung pada kemungkinan tidaknya membagi prestasi. Pada hakekatnya
tergantung pula dari kehendak atau maksud.
6)
Perikatan
dengan Ancaman Hukuman (strafbeding)
Perikatan ini ada agar si berhutang jangan sampai melupakan kewajibannya, dalam prakteknya perjanjian
dimana si berhutang dikenakan suatu hukuman, apabila ia tidak menepati
kewajibannya.
Jenis-jenis Perjanjian
1.
Perjanjian
timbal-balik adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepad kedua
belah pihak.
2.
Perjanjian
sepihak adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pada satu pihak dan pihak
lain menerima haknya.
3.
Perjanjian
Cuma-Cuma adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu
keuntungan kepada pihak yang lain.
4.
Perjanjian
atas beban adalah perjanjian dengan mana terhadap prestasi pihak yang satu
terdapat prestasi pihak yang lain dan antara kedua prestasi itu ada hubungan
hukum.
5.
Perjanjian
konsensuil adalah perjanjian yang timbul karena adanya kesepakatan antara kedua
belah pihak.
6.
Perjanjian
riil adalah perjanjian yang timbul karena adanya kesepakatan antara kedua belah
pihak disertai dengan penyerahan nyata atas barangnya.
7.
Perjanjian
bernama adalah perjanjian ynag mempunyai nama tertentu dan diatur secara khusus
oleh undang-undang.
8.
Perjanjian
tidak bernama adalah perjanjian tidak mempunyai nama tertentu dan tidak teratur
dalam undang-undang.
9.
Perjanjian
liberatoir adalah perjanjian yang membebaskan orang dari keterikatannya dari
suatu kewajiban hukum tertentu.
10.
Perjanjian
kebendaan adalah perjanjian untuk menyerahkan atau mengalihkan atau menimbulkan
atau mengubah atau menghapuskan hak-hak kebendaan.
11.
Perjanjian
obligatoir adalah perjanjian yang membuntuti perjanjian pokok.
Wanprestasi
Wanprestasi adalah kelalaian, kealpaan, cidera janji, tidak
menepati kewajibannya dalam perjanjian. Wanprestasi dapat muncul karena :
1)
Kesengajaan
atau kelalaian debitur itu sendiri.
2)
Adanya
keadaan memaksa (overmacht).
Macam-macam wanprestasi
1)
Debitur
tidak memenuhi prestasi sama sekali.
2)
Debitur
memenuhi prestasi, tetapi tidak sebagai
mana semestinya.
3)
Debitur
memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya.
4)
Debitur
memenuhi prestasi, tetapi melakukan yang dilarang dalam perjanjian.
Sesuai dengan pasal 1267 KUH Per, maka dalam hal debitur melakukan
wanprestasi, maka kreditur dapat memilih tuntutan-tuntutan haknya berupa :
1)
Pemenuhan
perjanjian
2)
Pemenuhan
perjanjian diserta ganti rugi
3)
Ganti
rugi saja
4)
Pembatalan
perjanjian
5)
Pembatalan
perjanjian disertai ganti rugi
Ganti kerugian dalam Wanprestasi
Penggantian biaya,
rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perjanjian, dengan demikian pada
dasarnya, ganti kerugian itu adalah ganti kerugian yang timbul karena debitur
melakukan wanprestasi.
Unsur-unsur Ganti Rugi
Menurut ketentuan
Pasal 1246 KUH Per, ganti kerugian itu terbagi menjadi tiga unsur yakni :
1)
Biaya
2)
Rugi
3)
Bunga
Konsep Undang-undang
1.
Konsensualitas
dalam suatu perjanjian atau perikatan haruslah ditampakkan karena dalam hal ini
berkaitan erat saat lahirnya suatu perjanjian. Ketentuan yang mengatur tentang
pasal ini dapat dilihat dalam pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi “Salah
satu syarat sahnya perjanjian adalah kesepakatan mereka yang mengikatkan
dirinya”. Dimana dalam hal ini menjadi pusat awalnya suatu perjanjian
sebagai bentuk penaruhan kepercayaan, sehingga harkat atau derajat orang
tersebut dapat meningkat.
2.
Debitur
diharuskan membayar ganti-kerugian yang diderita kreditur dalam hal ini teratur
dalam Pasal 1243 KUH Per yang berbunyi “Penggantian biaya, kerugian, dan bunga
karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun
telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika ada
sesuatu yang harus siberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau
dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampui
waktu yang telah ditentukan”.
3.
Pasal
1246 “Biaya, ganti rugi dan bunga, yang boleh dituntut kreditur, terdiri atas
kerugian yang telah dideritanya dan keuntungan yang sedianya dapat
diperolehnya, tanpa mengurangi pengecualian dan perubahan yang disebut di bawah
ini”.
4.
Pasal
1247 KUH Per “Debitur hanya diwajibkan mengganti biaya, kerugian dan bunga,
yang diharap atau sedianya dapat diduga pada waktu perikatan diadakan, kecuali
jika tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan oleh tipu daya yang
dilakukannya”.
5.
Pasal
1250 KUH Per “Dalam perikatan yang hanya berhubungan dengan pembayaran sejumlah
uang, penggantian biaya, kerugian dan bunga yang timbul karena keterlambatan
pelaksanaannya, hanya terdiri atas bunga yang ditentukan oleh undang-undang
tanpa mengurangi berlakunya peraturan undang-undang khusus. Penggantian biaya,
kerugian dan bunga itu wajib dibayar, tanpa perlu dibuktikan adanya suatu
kerugian oleh kreditur.
Penggantian
biaya, kerugian dan bunga itu baru wajib dibayar sejak diminta di muka
Pengadilan, kecuali bila undang-undang bahwa hal itu berlaku demi hukum”.
6.
Pasal
1238 KUH Per “Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta
yang sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan perikatan sendiri, yaitu bila
perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu
yang ditentukan”.
7.
Asas
konsensualisme untuk sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 ayat (1)
KUH Per yang berbunyi “Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi
empat syarat :
1)
Kesepakatan
mereka yang mengikatkan dirinya;
2)
Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan;
3)
Suatu
pokok persoalan tertentu;
4)
Suatu
sebab yang tidak terlarang.”
C.
Analisis Kasus
Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Per adalah “suatu perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih.” Sebelum masuk
lebih jauh mengenai analisis kasus yang akan dihubungkan dengan pasal-pasal
hukum yang berlaku dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mana merujuk dalam hal ini
terjadinya perjanjian antara Mirna dan Fitri. Pelaporan kasus yang terjadi
antara Fitri dan korban lainnya yang telah merasa ditipu oleh Mirna karena
dalam hal ini kesepakatan yang sudah dibuat telah di ingkari dan tidak sesuai
dengan perjanjian. Dalam kasus ini Mirna mengaku memiliki bisnis online dan
mengajak Fitri dan korban lainnya untuk berinvestasi pada bisnisnya dengan
bunga hingga mencapai 30%. Namun karena terjadinya wanprestasi yang dilakukan
Mirna yakni meliputi :
1.
Pihak
Mirna tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan yang mana dalam hal ini
pihak Mirna sebagai debitur atau yang terutang.
2.
Kerja
sama yang dilakukan oleh pihak Mirna dengan Fitri dan korban lainnya
berdasarkan itikad buruk.
3.
Pihak
Mirna melakukan penangguhan waktu dari waktu yang disepakati sebelumnya, hal
ini menyebabkan investor merasa dirugikan.
Dalam pasal 1313 B.W dapat diambil kesimpulan bahwa menurut pakar
hukum perdata pada umumnya bahwa definisi perjanjian yang terdapat dakam
ketentuan di atas tidak lengkap karena hanya bersifat sepihak saja. Perjanjian
terlalu luas luas dan tanpa menyebut tujuan, akan tetapi berdasarkan hal
tersebut perjanjian dapat dirumuskan.
Pada poin pertama di atas disebutkan bahwa, kerjasama yang
dilaksanakan antara pihak Mirna dan Fitri tidak dilaksanakan berdasarkan apa
yang telah diperjanjikan sebelumnya. Yang dimana dalam hal ini pihak Mirna
melakukan wanprestasi. Wanprestasi dilakukan Mirna merupakan sesuatu dalam keterlambatan.
Wanprestasi merupakan suatu istilah yang menunjuk pada ketidaklaksanaan
prestasi oleh debitur. Adapun bentuk ketidaklaksanaan prestasi ini dapat
terwujud dalam beberapa bentuk, yaitu[3] :
1.
Debitur
sama sekali tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang telah dituangkan
atau ditentukan dalam perjanjian.
2.
Debitur
tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya/melaksanakan kewajibannya
tetapi tidak sebagaimana mestinya.
3.
Debitur
ridak melaksanakan kewajibannya tepat pada waktu yang telah disepakati dalam
perjanjian.
4.
Debitur
melaksanakan sesuatu yang tidak diperbolehkan.
Kelalailan Mirna terhadap Fitri dan korban lainnya menjadikan
keresahan dan kerugian yang telah di investasikan oleh para investor. Hal ini
sesuai dengan Pasal 1243 B.W yang berbunyi : “Penggantian biaya, rugi dan
bunga karena tidak dipenuhinya perikatan barulah mulai diwajibkan, apabila si
berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya
atau jika sesuatu yang harus diberikan atas dibuatnya, hanya dapat diberikan
atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya”.
Adapun yang merupakan model-model dari prestasi adalah seperti yang
disebutkan dalam Pasal 1243 B.W, yaitu :
1.
Memberikan
sesuatu;
2.
Berbuat
sesuatu;
3.
Tidak
berbuat sesuatu;
Sementara itu,
dengan wanprestasi yang dimaksudkan adalah tidak dilaksanakan prestasi atau
kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap
pihak-pihak tertentu.
Tindakan wanprestasi membawa konsekwensi terhadap timbulnya hak
yang dirugkan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan
ganti rugi dan bunga, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak
yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.
Tindakan
wanprestasi terjadi karena :
1.
Kesengajaan;
2.
Kelalaian;
3.
Tanpa
kesalahan
Agar adanya kewajiban ganti rugi bagi debitur maka undang-undang menentukan
bahwa debitur harus terlebih dahulu dinyatakan lalai. Lembaga “pernyataan
lalai” merupakan upaya hukum untuk sampai pada suatu fase, dimana debitur
dinyatakan “ingkar janji” wanprestasi. Jadi maksudnya adalah peringatan atau
pernyataan dari kreditur tentang saat selambat-lambatnya debitur wajib memenuhi
prestasi. Dalam pasal 1238 B.W disebutkan, bahwa : “Si berutang adalah
lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu
telah dinyatakan halal, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika menetapkan,
bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan dengan lewatnya waktu yang
ditentukan”.
Bahwasanya
pernyataan lalai diperlukan dalam hal orang meminta ganti rugi atau meminta
pemutusan perikatan dengan membuktikan adanya ingkar janji. Hal ini digunakan
untuk mengantisipasi kemungkinan agar debitur tidak merugikan kreditur.
Dalam poin ke dua disebutkan bahwa kerja sama yang dilakukan oleh
pihak Mirna dengan Fitri dan korban lainnya dilakukan dengan transaksi bisnis
berlandaskan itikad buruk. Pada dasarnya, sebelum mengadakan perjanjian
diwajibkan atas pihak-pihak yang mengadakan perjanjian untuk mengetahui dengan
seksama akan pentingnya asas-asas perjanjian, yang mana hal ini dapat mencegah
adanya permasalahan yang akan terjadi diantara kedua belah pihak. Asas-asas
tersebut meliputi :
1.
Asas
kebebasan berontrak
2.
Asas
pelengkap
3.
Asas
konsensual
4.
Asas
obligator
Asas konsensual merupakan asas yang ditampakkan karena dalamasas
ini merupakan syarat mutlak bagi hukum perjanjian yang modern dan bagi
terciptanya kepastian hukum. Asas konsensualisme dapat dikatakan sudah
merupakan asas universi, dalam B.W disimpulkan dari Pasal 1320 jo Pasal 1338
(1): “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya”.
Dengan istilah “semua” maka pembentuk undang-undang menunjukan
bahwa perjanjian yang dimaksud bukan saja perjanjian bernama tapi meliputi pula
perjanjian tidak bernama. Kemudian dengan istilah “secara sah” pembentuk undang-undang menunjukkan bahwa perjanjian
ini haruslah dipatuhi karena semua perjanjian yang dibuat secara hukum atau
secara sah adalah bersifat mengikat. Dalam hal ini terdapat dalam pasal 1320 KUH Per bahwa pembuatan perjanjian yang
telah di buat secara sah mempunyai kekuatan untk mengikat pihak-pihak sebagai undang-undang.
Tersebutkan didalam Pasal 1320 B.W untuk sahnya perjanjian
diperlukan empat syarat yakni meliputi :
1.
Sepakat
mengikatkan dirinya;
2.
Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan;
3.
Suatau
hal tertentu;
4.
Suatu
sebab yang halal.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Fitri bahwa Mirna telah melakukan
transaksi bisnis dengan semena-mena dengan didasarkan itikad buruk.
itikad baik dalam segi subjektif, berate kejujuran. Hal ini
berhubungan erat dengan sikap batin seseorang pada saat membuat perjanjian hal
ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (3).
Maka dalam hal ini suatu perjanjian dilaksanakan berdasarkan itikad
baik, agar tiada kerugian diantara kedua belah pihak.
Dalam poin ketiga disebutkan pihak Mirna telah mengadakan
penangguhan sepihak dalam investasi, hal ini menyebabkan investor merasa
dirugikan karena pihak Mirna tidak membayar bunga serta uang investor. Yang
mana pihak debitur melakukan wanprestasi atau kelalailan yang dilakukan oleh
pihak debitor, dan menyatakan bahwa kreditur telah lalai.
Dalam ketentuan diatas maka Mirna dikenakan beberapa pasal, yakni :
1.
Pasal
1243 B.W : Penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tak dipenuhinya
perikatan barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai
memenuhi perikatannya, tetapi melalaikannya atau jika sesuatu yang harus
dibarukan atas dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang
waktu yang telah dilampuinya.
2.
Pasal
1246 B.W : Biaya, rugi dan bunga yang oleh si berpiutang boleh dituntut akan penggantinya, terdirilah pada
umumnya atas rugi yang telah dideritanya dan untung yang sedianya harus dapat
dinikmatinya, dengan tak mengurangi pengecualian-pengecualian serta
perubahan-perubahan yang akan disebut dibawah ini.
3.
Pasal
1247 B.W : Si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya, rugi dan bunga yang
nyata telah, atau sedianya harus dapat diduganya sewaktu perikatan dilahirkannya, kecuali jika hal
tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan sesuatu tipu daya yang dilakukan
olehnya.
Sampai saat ini masih belum ada konfirmasi pertanggung jawaban dari
pihak Mirna sehingga dalam hal ini Fitri dan para investor lainnya merasa
dirugikan karena uang yang telah di investasikan tak kunjung terbayar beserta
bunga yang telah disepakati dalam perjanjian tersebut.
D.
KESIMPULAN
Dari uraian analisis diatas, tampaklah hubungan antara perjanjian
dan perikatan yang dilakukan oleh Mirna dan Fitri beserta investor lainnya,
yang mana hubungan diantara keduanya berawal dari perjanjian bunga investasi
yang mencapai 30%. Pada 20 juni Mirna menjanjikan akan mengembalikan uang Fitri
beserta bunga yang telah disepakati, namun terjadi penangguhan hingga 20 Juli
yang akhirnya hingga saat ini pengembalian uang ini tidak kembalikan pada
investor sampai saat ini.
Dalam suatu perikatan atau perjanjian apabila debitor karena
kesalahannya tidak melaksanakan apa yang telah disepakati dalam perjanjian maka
telah dapat dikatakan wanprestasi (ingkar janji). Sedangkan bagi kreditur dapat
menuntur debitur yang telah melakukan wanprestasi melalui suatu mekanisme yakni
berupa somasi untuk mendorong debitor
untuk melaksanakan atau memenuhi prestasi.
[1]Simanjuntak,
Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri,
2017)., hlm 274
[2]
Osgar dan Nafri, Pengantar Hukum Perdata, (Malang: Setara Press, 2017).,
hlm 85-87
[3]
Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis, Memahami Prinsip Keterbukaan dalam Hukum
Perdata, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006, hal 356-357
Komentar
Posting Komentar